anak-anak dibalik gerbang sekolah

kepala mereka berkali-kali melongok menembus gerbang sekolah berwarna hijau yang tak seberapa tinggi. 4 orang bocah laki-laki terus mengintai halaman sekolah yang lebih dari cukup untuk dijadikan temapat mereka berlari menggocek bola. sementara aku terus memandang tingkah laku mereka dari balik jendela kelas. suasana sekolah sore ini memang sudah sepi. semua guru telah pulang mengingat jam sudah menunjukkan pukul 16.30. hanya karena urusan menyiapkan soal pengayaanlah aku bertahan disekolah.

berlari kecil menuju halaman, sambil merapikan ransel yang menggelayut dipundakku. sesaat tatapan para bocah laki-laki itu mengarah kepadaku. dari sudut matanya tampak keinginan yang luar biasa besar untuk membuka gerbang dan menguasai lapangan sekolah dengan gerakan-gerakan lincah menggiring bola. “hehe..mbk..boleh main?” seorang bocah berusia kira-kira 9 tahun memecahkan kebekuan diantara kami. aku menatap mereka..4 bocah berapakaian lusuh, sendal jepit, dan ditangan salah seorang dari mereka bertengger sebuah bola yang juga sudah tampak lusuh. mereka ini datang dari pemukimam pemulung disebelah sekolah kami. jujur aku tak cukup tega untuk menolak hasrat mereka bermain bola. jadi ku iya kan saja keinginan mereka.akhirnya aku mengngguk dan tersenyum kearah mereka.

begitu senangnya mereka melihat reaksiku, tanpa basa basi ditariknya gerbang berwarna hijau didepan mereka. berlari menuju halaman sekolah seolah-olah inilah dunia mereka.seorang dari mereka berlari keluar beberapa saat kemudian datang lagi membawa 2 buah benda dari kayu. ku perhatikan benda berukuran sedang itu. “itu apa dik?” aku bertanya dari ujung halaman. “ini piala kita” jawab bocah itu. ” kau taruh disana, nanti yang menang naik ke panggung ambil piala. itu panggungnya!” seorang dari mereka menunjuk tumpukan batu yang tersusun rapi didekat tembok kelas 1.

wah luar biasa imajinasi mereka benar-benar sempurna. aku tersenyum memandang mereka

kemudian mereka berkumpul menentukan kelompok. bola mulai dilemparkan, namun ketika kaki mereka hendak beradu sebuah suara datang dari belakang ” aduuuuuuuuu….jangan main bola disini yo…..nanti kaca kelasnya kena” suara bu yani mengacaukan persiapan mereka berlaga. ” tapi bu, kita nendangnya pelan-pelan deh…ga kena kaca.boleh ya” seorang anak masih mencoba membujuk bu yani. “eh…ga bisa, orang kalau nendang mesti kenceng toh, wis mainnya jangan disini” bu yani menggiring mereka keluar halaman sekolah. jelas sekali kekecewaan diraut wajah mereka. diambilnya piala dari kayu yang telah mereka persiapkan di atas panggung batu yang mereka ciptakan sendiri. sesaat mereka menatapku, aku tersenyum meskipun aku tahu mereka menangkap senyumku sebagai bentuk penyesalan. menyesal karena tak bisa meminjamkan halaman sekolah.

“bu, kasian bu main sebentar ga apa-apa kan” aku ikutan membujuk bu yani

“ye bu ayu, nanti kena itu kacanya, ga apa-apa kok mereka” bu yani tersenyum kearahku, tangannya sibuk menggembok pintu kelas. “ya udah bu saya pulang ya” aku menatap bu yani kemudian meninggalkannya setelah ia mengangguk dan tersenyum kearahku.

aku menaiki motor dan kemudian menuju pagar. 4 bocah itu masih berdiri di balik gerbang sekolah, aku tersenyum kearah mereka. entah apa yang berkecamuk dibenak mereka. tapi ku harap mereka bisa membaca bahwa aku juga kecewa karena tak punya daya untuk tetap membiarkan mereka bermain bola.seandainya sekolah kami sudah punya lapangan atau ada orang yang berabik hati membersihkan lapangan depan sekolah yang biasa dipakai tempat berjemur sapi-sapi pasti anak-anak itu akan lebih bahagia. paling tidak piala kayu di atas panggung batu itu akan menemukan jura sore tadi.

~ by ut1k on July 10, 2012.

Leave a comment